Jumat, 3 November 2023 – 09:50 WIB
Jakarta – Isu tentang polusi udara harus menjadi perhatian setiap pasangan calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) di Pilpres 2024, kata Peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial di Center for Strategic and International Studies (CSIS), Edbert Gani Suryahudaya.
Dalam Seminar Publik Pandangan Capres-Cawapres dalam Isu Lingkungan dan Perubahan Iklim di Pemilu 2024 yang digelar CSIS secara langsung dan daring di Jakarta, Kamis, 2 November 2023, ia menilai komitmen sektor politik terhadap isu polusi udara masih belum memadai, meskipun kesadaran masyarakat mengenai isu ini makin meningkat.
“Politisi maupun pemangku kebijakan kita masih sedikit sekali yang punya kesadaran terhadap isu polusi udara. Tinggal bagaimana mereka yang punya akses, mereka yang punya kekuasaan, mereka yang punya relative bargaining power. Kepada para politisi yang mau meng-capture isu ini layak untuk diperbincangkan,” kata Gani.
Menurut Gani, isu polusi udara dirasa masih kurang diperhatikan dalam diskusi politik, dibandingkan dengan isu-isu lain seperti lapangan kerja dan kebutuhan dasar. Namun, ia melihat adanya potensi peningkatan kesadaran, terutama di kalangan masyarakat kelas menengah perkotaan, seiring dengan munculnya dampak buruk polusi udara yang makin nyata.
“Jadi memang kalau kita berkaca pada pandangan umum, mungkin isu polusi udara ke depan akan semakin berkembang dari level masyarakat, sedangkan dari level pemerintah memang bisa dibilang lebih minim lagi, karena memang politisi maupun pemangku kebijakan kita masih sedikit sekali yang punya kesadaran terhadap isu polusi udara,” katanya.
Ia menekankan terkait dimensi politik udara, masih ada jalan panjang yang harus dilalui. Langkah pertama adalah membuat masyarakat peduli tentang isu lingkungan. Begitu isu lingkungan menjadi perhatian umum di antara warga, politikus tidak punya pilihan selain menghadapinya dengan serius.
“Bagian yang perlu diperhatikan adalah bagaimana kita bisa memobilisasi, mengubah pola pikir cara pandang masyarakat terhadap hak mereka akan udara bersih. Sehingga mau tidak mau ketika pandangan publik terhadap udara bersih sudah semakin umum, bahwa itu adalah hak yang harus dipenuhi oleh seorang politisi maupun pemangku kebijakan publik,” katanya.
Pada akhirnya, para politisi harus segera mengadopsi hal itu atau mereka tidak akan mendapatkan dukungan dari masyarakat.
Gani berpendapat urgensi pemangku kebijakan maupun politikus terkait dengan polusi udara bisa terbilang masih minim. Akan tetapi, ia tidak menampik adanya potensi topik ini berkembang lebih luas lagi.
Dia pun menegaskan pentingnya mempengaruhi lanskap politik. Pemilu 2024 dianggapnya menjadi peluang terutama dengan bertambahnya jumlah pemilih muda dan pemilih pemula. Namun, ia menekankan perlunya mereka yang memiliki pengaruh dan kekuatan tawar untuk mendukung isu udara bersih, menjadikannya topik sentral dalam diskusi politik.
“Paling penting adalah untuk orang-orang yang ingin mengadvokasi isu terkait polusi udara, harus berpikir bagaimana kita memberikan insentif secara politik bagi para pemangku kebijakan,” katanya.
“Jadi tidak bisa kita hanya sendiri saja berjuang untuk udara bersih, tapi mereka semua, karena yang menghirup udara bersih itu bukan cuma masyarakat saja, tapi elite sendiri, politisi, pengusaha, kita semua menghirup udara yang sama,” katanya. (ant)