Kamis, 5 September 2024 – 15:34 WIB
Depok, VIVA – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendatangi Polres Metro Depok untuk berkoordinasi terkait pengungkapan sindikat penjualan dua bayi ke Bali. KPAI mengapresiasi kinerja kepolisian yang dengan cepat membongkar kasus ini.
“Ia mengapresiasi setinggi-tingginya atas kinerja Pak Kapolres Metro Depok yang telah melakukan langkah-langkah terukur untuk kasus TPPO melalui motif/modus jual beli bayi,” kata Ketua KPAI, Ai Maryati, Kamis 5 September 2024.
KPAI mencatat ada 59 kasus penculikan dan perdagangan anak di Indonesia. Modusnya dengan cara pengadopsian ilegal. Secara data KPAI menyebut fenomena gunung es kasus TPPO anak sejak tahun 2021 hingga 2023. Tahun 2021 terjadi 71 kasus, tahun 2022 sebanyak 60 kasus, dan tahun 2023 sebanyak 59 kasus.
“Tertinggi di tahun 2021, ini fenomena gunung es. Misalnya adat, tetangganya belum tentu TPPO, tapi ada unsur yang belum memenuhi misalnya jual beli bayi karena tidak bisa bayar di rumah sakit yaudahlah anaknya buat kamu saja, ibunya hilang variannya. Banyak ini terlihat unsur TPPO-nya sudah sangat seluruh unsur terlihat. Kalau anak jelas ada pemberatan hukuman, ini yang menurut saya model ini tindak lanjutnya harus betul-betul,” ujarnya.
Sistem adopsi ilegal kerap terjadi dengan kedok yayasan. Kondisi ini kata dia sangat mengkhawatirkan dan terjadi antar daerah. Biasanya menyasar kelompok yang rentan seperti ibu-ibu muda korban ditelantarkan oleh suami. Kemudian juga pekerja migran Indonesia (PMI) yang hamil dan memiliki relasi kekuatan dari majikan mengalami kekerasan seksual.
“Ini kelompok yang tergiur oleh iklan saat ini Facebook mungkin dulu one by one atau mulut ke mulut, gitu ini masuk ke Facebook yang akhirnya tersasar kita kerja sama dengan Cyber Pol, Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk takedown misalnya untuk menyerahkan ini harus scientific investigation bagaimana siapa akunnya sejauh mana operasinya ini kan harus terukur juga apa yang sudah dilakukan. Jadi hal itu yang KPAI lihat urgensi hari ini koordinasi lebih lanjut,” ujarnya.
Ai menuturkan, dalam praktik ini terlihat modus mengambil keuntungan dari menjual bayi. Sedangkan untuk TPPO harus diungkap akarnya terlebih dahulu karena adopsi ilegal dilihat dari TPPOnya, pemanfaatan dari kerentanan orang-orang ini difasilitasi untuk mendapatkan uang, materi, atau tujuannya ekonomi.
“Hal-hal yang kita lihat diperburuk naiknya ke teknologi misalnya lewat Facebook jaringannya sudah bisa border less ke luar negeri pun bisa kalau sudah masuk dalam kategori teknologi. Apa ini akibat sulitnya melakukan adopsi legal? Ya tentu kita tidak bisa menggeneralisir karena adopsi legal memberikan sistem yang sangat hati-hati menjaga aspek harkat martabat manusia, sehingga perolehan adopsi ini betul dipastikan siapa orang yang menerima, anaknya siapa dan legalitas formal jangan sampai adopsi legalnya susah sih itu tidak bisa dijadikan alasan sehingga munculnya fenomena seperti ini,” ungkapnya.
Dikatakan ini ranah dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk rehabilitasi dan layanan serta memberikan informasi pengetahuan atas adopsi yang legal seperti apa. Ini harus terus dikembangkan literasinya, edukasinya sehingga tidak menjadi Preseden ingin mengadopsi, tapi dengan cara mudah malah melawan hukum.
“Saya kira konteks TPPO hati-hati ya, penerima yang mengadopsi itu terjerat Undang-Undang karena dia menerima anak ini walaupun tujuannya mulia karena konteksnya ini terlihat TPPO,” tegasnya.
Ai mengatakan akan ada potensi yang sangat luar biasa dari anak-anak yang dihasilkan dari jual beli bayi. Karena anak-anak itu bisa jadi korban eksploitasi seperti dijadikan pengamen hingga transplantasi organ tubuh di pasar gelap. Namun hingga kini di Indonesia kasus transplantasi organ tubuh di pasar gelap belum ada yang dilaporkan.
“Tapi di Indonesia sampai saat ini belum ada satupun kasus yang diadukan dan terungkap. Kemungkinan ke arah situ ketika jual beli bayi terus beroperasi maka ini bisa menjadi hilir atas persoalan yang kita hadapi. Tentu KPAI akan terus memonitor supaya segera tidak ada lagi peristiwa ini,” pungkasnya.
Sebelumnya, Sindikat penjualan bayi berhasil dibongkar jajaran Polres Metro Depok. Dari tangan sindikat yang berjumlah delapan orang ini, terungkap ada dua bayi yang akan dijual ke Bali dengan harga puluhan juta. Sindikat ini terdiri dari RIDA, APSA, DY, MD, SH, LIA, RK, dan MA.