Presiden Brasil Lula da Silva menyatakan bahwa kelompok BRICS mewakili semangat non-blok Konferensi Asia-Afrika atau Konferensi Bandung yang menentang dominasi kekuatan besar dunia. Hal ini disampaikan Presiden Lula dalam sesi Rapat Pleno KTT BRICS 2025 di Gedung Museum Seni Modern Rio De Janeiro, Brasil pada hari Minggu, 6 Juli 2025. Dalam pertemuan tersebut, Presiden Lula juga menyoroti krisis multilateralisme dalam situasi global saat ini, di mana PBB yang berusia 80 tahun mengalami keruntuhan multilateralisme yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Presiden Lula juga mengaitkan pendirian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan kekalahan fasisme serta menjadi lambang harapan kolektif dunia. Dia mengingatkan bahwa sebagian besar negara anggota BRICS saat ini adalah pendiri PBB, dan Konferensi Bandung sepuluh tahun setelah berdirinya PBB menolak pembagian dunia dalam zona pengaruh demi tatanan internasional yang multipolar.
Presiden Lula menegaskan bahwa BRICS merupakan pewaris gerakan non-blok dan memperlihatkan posisi BRICS dalam peta global. Pertemuan pleno KTT BRICS 2025 turut dihadiri oleh Presiden Prabowo Subianto dari Indonesia, yang dibahas bersama Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya. Delegasi dari negara-negara anggota BRICS lainnya, termasuk Brasil, Afrika Selatan, India, Mesir, Ethiopia, dan Uni Emirat Arab, turut memperkuat pertemuan tersebut walau Presiden Tiongkok Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin diwakili oleh pejabat tinggi.
Presiden Prabowo mendapat urutan keenam dalam menyampaikan pandangannya di pertemuan pleno tersebut, duduk diapit oleh Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa dan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov. Kesimpulannya, BRICS merupakan kelompok yang mewarisi semangat gerakan non-blok dan memiliki posisi penting dalam peta global.