Jumat, 12 Januari 2024 – 09:25 WIB
Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ikut memberikan sorotan terhadap temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai adanya transaksi mencurigakan senilai Rp 51 triliun yang melibatkan 100 daftar caleg terdaftar (DCT). KPK akan siap mengusut jika temuan tersebut mengarah pada penyelenggara negara.
“Nah, calon legislatif itu masih aktif, masih penyelenggara negara, masih atau masih baru caleg yang orang swasta. Nah, itu kan kita semua tahu kan (wewenang KPK),” ujar Wakil ketua KPK Alexander Marwata kepada wartawan dikutip Jumat 12 Januari 2024. “UU-nya KPK seperti itu ), kewenangan KPK sebatas terkait penyelenggara negara,” lanjutnya.
Alex mengakui belum ada tindak lanjut terkait dengan transaksi janggal senilai Rp 51 triliun itu. Dia tetap mengapresiasi terhadap temuan PPATK itu.
“Kalau nggak salah, sebelumnya nggak semasif seperti sekarang ini, tapi saya pikir baguslah buat PPATK. Jadi dia bisa memotret, bisa menelusuri, transaksi-transaksi mencurigakan yang diduga terkait dengan rencana penyelenggara pemilu,” kata dia.
PPATK pun mengakui sudah mengirimkan dua Laporan Hasil Analisis (LHA) kepada KPK. Tetapi, Alex mengklaim bahwa dirinya belum melihat LHA yang diserahkan itu.
Alex mengatakan tiap LHA dari PPATK akan ditindaklanjuti. KPK nantinya akan mencari pidana asal terkait dugaan korupsi dari data transaksi mencurigakan yang dikirim PPATK.
“Diketahui, PPATK sebelumnya mengungkap dana transaksi mencurigakan yang melibatkan daftar caleg terdaftar (DCT) di Pemilu 2024. Nilai transaksi mencurigakan itu mencapai Rp 51 triliun. Ivan mengatakan 100 caleg itu merupakan sampel caleg dengan transaksi keuangan terbesar yang dianalisis PPATK sepanjang 2022 hingga 2023. Para caleg itu juga diketahui melakukan transaksi setoran dana di atas Rp 500 juta. Hasil analisis dari PPATK juga menemukan adanya aliran dana dari luar negeri kepada 100 caleg tersebut. PPATK menemukan adanya uang Rp 7,7 triliun dari luar negeri kepada rekening 100 caleg yang telah dianalisis tersebut. Ivan menambahkan, dari 100 DCT yang transaksinya dianalisis itu, PPATK menemukan transaksi pembelian mencapai ratusan miliar rupiah.”