portal terpopuler,prabowo subianto yang humanis,berani dan tegas
Berita  

KPK Menyita Rumah Mewah dan Tanah Luas dari Mantan Kepala Bea Cukai Makassar

KPK Menyita Rumah Mewah dan Tanah Luas dari Mantan Kepala Bea Cukai Makassar

Senin, 26 Februari 2024 – 13:26 WIB

Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan penyitaan terkait dengan harta yang dimiliki oleh mantan kepala Bea dan Cukai Makassar, Andhi Pramono. Penyitaan itu dilakukan terkait dengan kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dilakukan Andhi Pramono.

Tim Penyidik, telah selesai melaksanakan penyitaan beberapa aset bernilai ekonomis lainnya yang diduga milik Tersangka AP yang berlokasi di Kota Batam, Kepulauan Riau,” ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Senin 26 Februari 2024. Ali menjelaskan bahwa penyidik lembaga antirasuah menyita satu bidang tanah beserta bangunan yang berlokasi di perumahan Center View Blok A No. 32 Kota Batam. Kemudian, satu bidang tanah beserta bangunan dengan luas 840 M2 yang berlokasi di Komplek Grand Summit at Southlinks, Kelurahan Tiban Indah, Kecamatan Sekupang, Kota Batam.

“1 bidang tanah seluas 1.674 M2 yang berlokasi di Kelurahan Batu Besar Kecamatan Nongsa, Kota Batam. 14 unit ruko yang berlokasi di Tanjung Pinang,” kata Ali.

Juru bicara berlatar belakang jaksa itu mengatakan bahwa saat proses penyitaan berlangsung, lembaga antirasuh juga mengajak Kasatgas Pengelola Barang Bukti KPK Ahmad Budi Ariyanto untuk melakukan pendampingan. Tujuannya, untuk menjaga dan perawatan aset sitaaan serta kelancaran koordinasi dengan pihak terkait lainnya. Aset-aset yang disita ini nanti segera dibawa kepersidangan untuk dibuktikan dugaan dari hasil kejahatan korupsi dan TPPU sehingga dapat dirampas dalam rangka aset recovery,” bebernya.

Jaksa Dakwa Andhi Pramono
Mantan Kepala Bea dan Cukai Makassar, Andhi Pramono akhirnya sampai di meja hijau persidangan usai terlibat kasus gratifikasi. Andhi Pramono dijatuhi dakwaan menerima gratifikasi Rp 58,9 miliar. Andhi Pramono menerima puluhan miliar uang tersebut dalam bentuk mata uang asing hingga rupiah. Jaksa penuntut umum KPK pun membacakan rincian gratifikasi yang diterima oleh Andhi Pramono. Uang itu terdiri atas Rp 50,2 miliar, USD 264.500 atau sekitar Rp 3,8 miliar, dan SGD 409 ribu atau sekitar Rp 4,8 miliar.

Menerima gratifikasi berupa uang seluruhnya berjumlah Rp 50.286.275.189,79 dan USD 264.500 atau setara dengan Rp 3.800.871.000,00. serta SGD 409 ribu atau setara dengan Rp 4.886.970.000,00 atau sekira jumlah tersebut, yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, yakni berhubungan dengan jabatan Terdakwa selaku Pegawai Negeri pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan berlawanan dengan kewajiban Terdakwa,” ujar jaksa KPK di ruang sidang Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Rabu 22 November 2023.

Jaksa menyebut, Andhi Pramono telah melakukan gratifikasi tanpa melaporkannya ke KPK. Maka itu, Andhi dinilai melanggar Pasal 12C UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. “Terdakwa tidak pernah melaporkannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak penerimaan gratifikasi tersebut,” kata dia.

Bahkan, jaksa juga menilai Andhi Pramono bersalah karena melakukan suap. Disebutkan oleh jaksa kalau uang gratifikasi Andhi Pramono berkaitan dengan jabatannya di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. “Padahal penerimaan itu tanpa alas hak yang sah menurut hukum. Perbuatan Terdakwa Andhi Pramono yang menerima gratifikasi tersebut haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau baptis, yakni berhubungan dengan jabatan Terdakwa sebagai Pegawai Negeri pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan berlawanan dengan kewajiban Terdakwa,” kata dia.

Jaksa menyakini Andhi Pramono melanggar Pasal 12B UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.