Kamis, 9 Mei 2024 – 00:46 WIB
Jakarta – Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan alasan di balik angka prevalensi stunting di Indonesia yang baru turun 0,1 persen, dari 21,6 persen pada 2022 menjadi 21,5 persen pada 2023.
Menkes Budi mengungkapkan salah satu penyebabnya belum ditemukan model implementasi yang sesuai dari program-program yang telah dilaksanakan.
“Masalah eksekusi di lapangannya, implementasi di lapangannya, itu belum ketemu model implementasi di lapangan yang pas. Nah itu yang sekarang sedang kita cari model pasnya itu apa,” katanya di Jakarta, Rabu, 9 Mei 2024.
Demikian pula yang diterapkan di berbagai daerah, Kementerian belum menemukan implementasi yang konsisten dapat menekan prevalensi stunting di daerah tersebut.
Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat (Dirjen Kesmas) Kemenkes RI Maria Endang Sumiwi menambahkan sedikitnya penurunan prevalensi stunting diakibatkan pula oleh bertambah jumlah anak yang baru stunting.
Pihaknya telah mengevaluasi dari data yang masuk, di mana jumlah anak yang berhasil keluar dari kelompok stunting hanya memiliki sedikit selisih dengan anak yang baru masuk ke dalam kelompok stunting.
“Jadi, yang keluar 1,2 juta, yang masuk juga sekitar 1,2 juta. Bedanya cuma ratusan ribu, sehingga nanti kita evaluasinya adalah karena yang masuk stunting itu cukup deras,” katanya.
Untuk itu, pihaknya tengah melakukan evaluasi. Salah satu upaya yang harus menjadi perhatian adalah anak-anak yang masuk ke dalam kategori waisting, atau dapat dikatakan sebagai “calon stunting” dan melakukan pencegahan dengan menerapkan protokol pencegahan stunting yang ideal.
“Sehingga yang ideal dan itu sebenarnya di protokol kita ada, yaitu membantu ibu hamil, membantu baduta (bayi dua tahun) dan ibu menyusui,” ujarnya.
Dengan melakukan hal itu secara persis dan konsisten, pihaknya optimistis implementasi program pencegahan stunting dapat berjalan dengan baik, sehingga angka prevalensi stunting di Indonesia bisa turun. (ant)