Berita  

“Hasto Kristiyanto: Penetapan Tersangka PDIP, Politis?”

Pada Rabu, 25 Desember 2024, PDI Perjuangan (PDIP) menyuarakan kekhawatiran terkait dugaan politisasi hukum yang terjadi dalam penetapan status tersangka terhadap Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pelabelan Hasto sebagai tersangka dalam kasus korupsi suap Pergantian Antar Waktu (PAW) Anggota DPR RI periode 2019-2024 kepada mantan Komisioner KPU RI, Wahyu Setiawan, juga melibatkan Harun Masiku sebagai tersangka.

Menurut Ketua DPP PDIP Bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional, Ronny Talapessy, pemanggilan Hasto Kristiyanto oleh KPK terjadi setelah beliau mengeluarkan kritik terhadap kontroversi di Mahkamah Konstitusi pada akhir tahun 2023, yang kemudian menghilang setelah pemilu dan muncul kembali. Ronny menduga bahwa penetapan Hasto sebagai tersangka memiliki motif politis yang kuat karena prosesnya terlihat mencurigakan.

Indikasi politisasi hukum ini terlihat dari upaya membentuk opini publik melalui unjuk rasa di KPK dan narasi di media sosial yang mempengaruhi persepsi publik terhadap Hasto. Selain itu, pembocoran informasi rahasia kepada media sebelum pihak terkait menerima surat pemberitahuan penyidikan juga menjadi contoh jelas dari politisasi ini.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi menetapkan Sekertaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dalam kasus suap PAW Anggota DPR RI periode 2019-2024. Kasus ini juga melibatkan Harun Masiku sebagai tersangka, meskipun Harun Masiku masih dalam daftar pencarian orang. Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menjelaskan bahwa Hasto terlibat dalam penyuapan Komisioner KPU untuk memenangkan Harun Masiku dalam pemilihan anggota DPR pada 2019. Penetapan status tersangka pada Hasto dikritik sebagai upaya politisasi hukum yang ditujukan untuk merusak karakter dan reputasi Sekjen DPP PDI Perjuangan.