Masyarakat mengeluh tentang kenaikan tagihan listrik bulan ini setelah penerapan kebijakan pemotongan tarif listrik 50 persen bagi pelanggan daya 2.200 VA ke bawah pada Januari dan Februari 2025. Anggota Komisi VI DPR, Mufti Anam, menyoroti polemik ini dan meminta pemerintah dan PT PLN untuk menjadi lebih transparan terkait subsidi tarif listrik. Dia menekankan perlunya perhatian serius terhadap lonjakan tagihan listrik yang dikeluhkan masyarakat.
Mufti juga menyampaikan bahwa banyak masyarakat mengeluhkan ketidaksesuaian durasi diskon listrik, menunjukkan kesenjangan antara harapan masyarakat dan pelaksanaan kebijakan. Dia menekankan pentingnya penjelasan terbuka dari pemerintah dan PLN terkait mekanisme program subsidi, syarat dan durasi berlakunya, serta mengajukan klarifikasi terhadap berbagai ketidakselarasan informasi.
Poin penting yang disoroti oleh Mufti adalah klaim PLN tentang kenaikan tarif listrik karena pemakaian yang perlu diuji. Mufti meminta PLN untuk membuka data riil dan melakukan audit pemakaian listrik secara transparan kepada pelanggan. Dia menekankan bahwa kenaikan tagihan listrik tanpa alasan yang jelas dapat memberikan dampak pada daya beli masyarakat, terutama bagi golongan kelas menengah ke bawah.
DPR mendorong PLN untuk mengevaluasi sistem tarif dan mengawasi publik terhadapnya, serta membuka forum pengaduan dan klarifikasi aktif untuk menindaklanjuti keluhan masyarakat. Mufti menegaskan bahwa negara perlu hadir dengan kebijakan energi yang berkelanjutan, transparan, dan berpihak pada rakyat, terutama kelompok rentan.