Pada Jumat, 11 Juli 2025, Majelis Pengadilan Negeri (PN) Kota Surakarta memutuskan untuk menghentikan perkara terkait ijazah Presiden ke-7 Indonesia, Joko Widodo (Jokowi). Putusan tersebut menetapkan tiga poin penting. Pertama, mengabulkan eksepsi kompetensi absolut dari para tergugat. Kedua, menyatakan bahwa PN Kota Solo tidak mempunyai kewenangan untuk mengadili perkara tersebut. Ketiga, menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 506 ribu.
Majelis hakim yang diketuai oleh Putu Haryadi menerima eksepsi kompetensi absolut dari para tergugat, termasuk Presiden Jokowi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Solo, SMA Negeri 6 Surakarta, dan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Kuasa hukum Jokowi, YB Irpan menjelaskan bahwa para tergugat telah menjawab gugatan dengan menyampaikan eksepsi kompetensi absolut, berpendapat bahwa Pengadilan Negeri Surakarta tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara tersebut.
Gugatan terhadap Joko Widodo terkait dengan dugaan penggunaan ijazah palsu dalam pencalonannya sebagai wali kota Surakarta, gubernur DKI Jakarta, dan Presiden RI. Dengan putusan sela majelis hakim yang mengabulkan eksepsi kompetensi absolut, perkara dihentikan untuk tidak dilanjutkan ke pemeriksaan pokok perkara. Namun, masih terdapat kemungkinan banding yang dapat dilakukan. Selama putusan sela tidak dibatalkan dalam banding, PN Surakarta tidak akan melanjutkan pemeriksaan pokok perkara.