Amerika Serikat dikenal sebagai negara superpower dengan anggaran pertahanan terbesar di dunia. Anggaran pertahanan AS mencapai 877 miliar dolar AS pada 2023. Namun, kekuatan AS tidak hanya berasal dari teknologi persenjataan canggih atau pasukan elite, melainkan juga dari jaringan pangkalan militer mereka yang tersebar di seluruh penjuru bumi. Menurut laporan Quincy Institute for Responsible Statecraft, AS memiliki sekitar 750 pangkalan militer di lebih dari 80 negara. Quincy Institute juga menekankan bahwa kehadiran pangkalan militer AS di luar negeri bukan hanya untuk operasi militer, tetapi juga sebagai instrumen diplomasi dan pengaruh politik.
Salah satu contoh pangkalan militer AS yang strategis adalah pangkalan di Al Udeid, Qatar. Kecepatan respons menjadi alasan utama dari keberadaan pangkalan militer AS. Dengan pangkalan di titik-titik strategis, militer AS dapat mengirim pasukan dan peralatan tempur dalam hitungan jam. Pangkalan militer AS tidak hanya berfungsi sebagai tempat untuk memproyeksikan kekuatan, tapi juga sebagai pusat komunikasi, intelijen, hingga peluncuran operasi khusus.
Jaringan pangkalan militer AS di luar negeri mulai terbentuk setelah Perang Dunia II dan berkembang pesat selama Perang Dingin untuk menahan pengaruh Uni Soviet. Pangkalan militer AS tersebar di berbagai wilayah, mulai dari Eropa dengan Pangkalan Udara Ramstein di Jerman sebagai pusat logistik dan operasi udara terbesar NATO, hingga Asia dengan Camp Humphreys di Korea Selatan yang disebut sebagai pangkalan terbesar militer AS di luar negeri. Di Afrika, Camp Lemonnier di Djibouti dijadikan markas utama operasi AS di Yaman dan Somalia.
Dengan kehadiran pangkalan militer AS yang strategis di berbagai penjuru dunia, Amerika Serikat tidak hanya memperkuat posisinya sebagai negara superpower, tetapi juga memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas dan keamanan global.