Minggu, 3 Desember 2023 – 10:30 WIB
Jakarta – Anies Baswedan menyoroti masalah terbesar saat ini di kalangan elit terkait dengan korupsi. Menurut calon presiden dalam Pilpres 2024 dengan nomor urut 1 itu, salah satu penanganan masalah korupsi yang belum disentuh adalah pembiayaan partai politik alias parpol.
Dia mengatakan bahwa sistem pembiayaan tersebut sudah semestinya diperbaiki. Sebab, kasus korupsi kerap terjadi dan tampaknya sulit dihentikan.
“Korupsi menjadi suatu masalah yang hari ini makin hari makin terasa besar. Menurut hemat kami, salah satu sumber utama persoalan korupsi adalah kita belum melakukan reformasi pembiayaan partai politik. Belum disentuh,” ujar Anies kepada wartawan di Jakarta, dikutip Minggu 3 Desember 2023.
Anies menjelaskan bahwa sejatinya partai politik butuh biaya operasional agar kegiatan dan program berjalan. Tetapi saat ini partai masih mencari biaya sendiri, tidak ada pelibatan oleh negara dalam pembiayaannya.
“Tapi parpol dan pembiayaan parpol belum di reformasi. Apa yang terjadi? Biaya yang harus dikelola oleh parpol dibiarkan dicari sendiri oleh parpol. Negara tidak terlibat,” kata Anies.
“Pertanyaannya, kalau tidak dialokasikan anggaran maka harus mencari sendiri. Nah kita ini maunya tutup mata, pokoknya partai tidak dibiayai, bagaimana anda membiayai, kami (negara) tidak mau tahu,” sambungnya.
Anies juga menjelaskan bahwa pemberantasan korupsi di Indonesia belum sepenuhnya maksimal. Menurutnya, cara pemberantasan korupsi di Indonesia perlu diubah.
Anies menyampaikan, setidaknya ada tiga hal yang membuat korupsi terus merajalela. Mulai dari kebutuhan para karyawan yang tidak dapat dipenuhi karyawan hingga keserakahan.
“Ada tiga hal yang menyebabkan terjadinya korupsi, paling tidak ada tiga alasan terjadinya, karena kebutuhan, karena keserakahan, karena sistem,” kata Anies.
“Korupsi karena kebutuhan, gajinya hanya cukup untuk 20 hari. 10 hari terakhir dia harus bagaimana? Lalu muncul tuh ruang untuk nutup. Obatnya bukan penegakan hukum saja. Penegakan hukum belum tentu menyerahkan, karena nggak menyelesaikan,” jelas eks Gubernur DKI Jakarta itu.
Dia pun mengatakan ketika pemerintah tidak dapat memenuhi kebutuhan warganya, maka mereka akan terus melanggar. Dia berpendapat bahwa hukuman berat yang diberikan tidak akan menyelesaikan masalah yang ada.
“Karena itu negara harus menyelesaikan kebutuhannya, sehingga pelanggaran selesai, bukan diberikan hukuman yang berat. Hukuman berat tidak menyelesaikan, karena kebutuhannya tidak terpenuhi,” tuturnya.
“Tapi kalau yang melanggar karena keserakahan baru ini pakai hukuman yang menyerahkan. Ada rasa takut disitu. Dan koruptor paling takut adalah miskin,” pungkasnya.