Selasa, 14 Mei 2024 – 01:28 WIB
Jakarta – Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat masih terus melanjutkan sidang korupsi mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Karen Agustiawan. Kini, sidang tersebut justru mendapatkan sejumlah sorotan di kalangan publik.
Hal ini menjadi salah satu pilihan akademisi menyerahkan amicus curiae atau sahabat pengadilan ke Pengadilan Tindak Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Adapun, pihak yang menyerahkan amicus curiae untuk sidang Karen Agustiawan yakni Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Universitas Proklamasi 45 Jogjakarta, serta Pusat Kajian Ketahanan Energi Indonesia (PKKEI).
Rektor Universitas Proklamasi 45 Jogjakarta, Benedictus Renny See menyampaikan kebijakan PT. Pertamina dalam mengadakan perjanjian jual beli (dengan Corpus Christi Liquefaction, LLC (CCL) adalah guna mengantisipasi ketersedian LNG untuk jangka panjang, dalam rangka ketahanan dan bauran energi yang harus dijaga dan menjadi tanggung jawab PT. Pertamina (Persero) sesuai dengan tugas dan wewenangnya.
“Dengan ditandatanganinya Sales Purchase Agreement (SPA) LNG 2015 antara PT. Pertamina (Persero) dengan Corpus Christi Liquefaction, LLC (CCL) yang secara langsung mengubah dan menggantikan SPA LNG 2013 dan SPA LNG 2014, maka tanggung jawab Galaila Karen Kardinah (Karen Agustiawan) selaku Direktur Utama PT Pertamina (Pesero) beralih kepada Dwi Soetjipto selaku Direktur Utama PT. Pertamina (Persero) periode 2014-2017. Dengan demikian, apabila dalam perjalanannya yaitu pada 2020 dan 2021 terjadi kerugian, maka sudah bukan menjadi tanggung jawab Galaila Karen Kardinah (Karen Agustiawan),” kata Benedictus di PN Jakarta Pusat pada Senin, 13 Mei 2024.
Ia pun menjelaskan, perhitungan adanya kerugian keuangan negara yang disampaikan oleh BPK berubah-ubah angkanya, itu merupakan indikasi bahwa apa yang disampaikan oleh BPK tentang angka kerugian PT. Pertamina akibat adanya Sales and Purchase Agreement (SPA) LNG 2015 sebesar USD113,389,186.60 tidak akurat.
Sebab, proses SPA LNG 2015 adalah perjanjian jual dan pembelian jangka panjang selama 20 tahun hingga 2040 yang harganya akan selalu berubah tergantung kondisi pasar, geopolitik, bencana alam, pandemi, kondisi domestik dan lain-lain, bisa untung bisa rugi.
“Bahwa apa yang menjadi dasar surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada Karen Agustiawan melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi adalah tidak terbukti,” kata dia.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum PKKEI Syamsul Bachri menilai, kasus hukum terhadap Karen Agustiawan sangat rumit. Karena memerlukan pengetahuan dan pengalaman yang cukup terkait pemahaman kebijakan atau penugasan pemerintah terkait aksi bisnis korporasi, tata-kelola BUMN, dan kelaziman bisnis LNG.
Karena itu, Syamsul berharap Majelis Hakim memahami dengan benar kasus itu secara utuh. Sehingga, bisa mengambil keputusan yang seadil-adilnya bahwa Direksi pada era Karen Agustiawan sudah menjalankan perintah jabatan dalam upaya mewujudkan ketahanan energi.
“Aksi korporasi Pengadaan LNG CCL yang dilakukan oleh Pertamina tahun 2013 dan 2014, berhasil memotret kondisi masa depan yang terjadi saat ini serta proyeksi kecukupan dan keterjangkauan harga gas 10 sampai 15 tahun ke depan,” pungkasnya.