Senin, 29 Juli 2024 – 18:28 WIB
Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan tiga perkara sekaligus yaitu Perkara Nomor 88/PUU-XXII/2024, 89/PUU-XXII/2024, dan 90/PUU-XXII/2024 pada Senin, 29 Juli 2024.
Para Pemohon menguji Pasal 7 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) karena mempersoalkan kapan batas usia minimum setiap calon terhitung. Namun, salah satu hakim MK, Arief Hidayat, mengaku heran mengapa syarat batas usia kepala daerah banyak digugat oleh masyarakat. Ia menilai syarat batas usia calon kepala daerah sudah jelas sebagaimana diatur dalam undang-undang.
“Pengujian undang-undang kok semakin lama semakin aneh. Ada hal yang semestinya sudah dianggap jelas, kok diujikan, apalagi hal-hal yang berhubungan dengan politik. Dalam khazanah ilmu hukum, pelajaran-pelajaran di fakultas hukum, hal-hal yang diujikan ini adalah hal yang sudah jelas,” kata Arief.
Maka itu, Hakim Arief menilai peraturan undang-undang mengenai aturan syarat batas usia calon kepala daerah sudah jelas dan tidak perlu lagi digugat ke MK. Termasuk, kata dia, putusan yang sudah sah diputus oleh MK. Namun, ia juga menyadari bahwa setiap warga negara Indonesia berhak menggugat suatu perkara ke MK.
“Bunyi undang-undangnya jelas. Kedua, putusan Mahkamah sudah menjelaskan itu. Sehingga persoalan-persoalan demikian ini sebetulnya harus dianggap oleh masyarakat sudah jelas, tidak perlu lagi dibawa ke MK, tapi itu hak warga negara dan setiap orang untuk mengajukan perkara ke MK,” kata dia.
Arief menyebut pemohon dalam ketiga perkara baru yang digugat ke MK meminta Mahkamah Mahkamah memberi tafsir khusus dasar penghitungan usia minimal calon kepala daerah. Pasalnya, MK telah menerbitkan putusan nomor 141/PUU-XXI/2023, terkait penafsiran terkait syarat usia calon kepala daerah merupakan ranah pembentuk undang-undang. Putusan 141 itu, lanjut Arief, adalah perbaikan dari putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 ketika MK tiba-tiba masuk menentukan syarat usia minimal calon presiden dan wakil presiden jelang Pilpres 2024.
“Sementara pendapat, percuma kayak begitu itu, kenapa hal yang sudah jelas, diujikan,” ucap Hakim Arief.
Sebagai informasi, para Pemohon mempermasalahkan belum adanya rumusan waktu batas usia minimum calon kepala daerah terhitung. Sehingga, ketentuan yang diuji tersebut tidak menjamin kepastian hukum terhadap hak memilih sebagai hak konstitusional yang dimiliki oleh para Pemohon dan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945.
Para Pemohon menjelaskan, ketentuan dimaksud menjadi dasar Komisi Pemilihan Umum (KPU) merumuskan Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan KPU (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020. Dalam aturan tersebut, KPU menyebutkan calon kepala daerah memenuhi persyaratan berusia paling rendah calon kepala daerah terhitung sejak penetapan pasangan calon.
Namun, Mahkamah Agung (MA) melalui Putusannya memaknai ketentuan PKPU itu menjadi batas usia paling rendah calon kepala daerah terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih. Menurut para Pemohon, penetapan batas usia calon terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih telah mengabaikan dan tidak memberikan penghormatan terhadap hak memilih para Pemohon.
Untuk itu, para Pemohon mengajukan uji materi pasal ini agar Mahkamah memaknainya demi menjamin kepastian hukum. Meskipun, para Pemohon menyadari pasal tersebut termasuk open legal policy atau kebijakan hukum terbuka bagi pembentuk undang-undang.
Halaman selanjutnya
Sumber: ANTARA Foto/Irsan Mulyadi