Dua orang pria penagih utang senilai Rp6,2 miliar inisial A dan F mengalami penganiayaan di Melawai, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Mereka, yang merupakan petinggi perusahaan distributor makanan PT. RPM, menjadi korban dari karyawan perusahaan pemasok PT. BLI. Laporan telah diajukan ke Polda Metro Jaya dengan nomor LP/B/1532/III/2025/SPKT/Polda Metro Jaya.
Kronologi kejadian dimulai ketika PT. RPM bermitra dengan PT. BLI terkait pasokan bahan pangan pada 22 April 2024. Pembayaran yang seharusnya dilakukan pada 15 Februari terpaksa ditunda oleh PT. BLI. Namun, pembayaran tersebut tidak kunjung diterima hingga PT. BLI mengajak bertemu di Humble Houses Jakarta Selatan pada 3 Maret.
Pada pertemuan tersebut, korban A dan F diajak berdiskusi dengan tim kuasa hukum PT. BLI sebelum disuruh memasuki ruangan terpisah. Ponsel korban disita dan mereka mengalami pemukulan serta pengancaman selama kurang lebih tiga jam. Hingga saat ini, PT. BLI belum membayarkan utangnya sebesar Rp6,2 miliar kepada PT. RPM.
Kisah tragis ini menjadi salah satu contoh kekerasan dalam penagihan utang yang perlu mendapatkan perhatian serius. Tindak kekerasan secara fisik atau psikologis tidak dapat diterima dalam penyelesaian utang piutang. Semua pihak, baik pemberi maupun penerima utang, harus menyelesaikan masalah secara profesional dan sesuai hukum untuk mencegah terjadinya kejadian serupa di masa depan.